Masjid Huangcheng Chengdu, Kisah Panjang Toleransi Beragama di Chengdu

MATASEMARANG.COM – Di tengah kesibukan Chengdu–Ibu Kota Provinsi Sichuan, China–, yang terkenal dengan pedasnya makanan dan satwa menggemaskan panda, terselip sebuah ketenangan.

Seorang pria bernama Wang dengan wajahnya yang oriental dan kulit kuning langsat melangkah memasuki sebuah bangunan kuno di sudut kota.

Ritualnya dimulai bukan dengan doa, tetapi dengan air.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA  Marak Demo, Prabowo Diminta Batalkan Kunjungan ke China

Di sebuah ruang kecil di sisi utara bangunan, ia membasuh tangan, wajah, kepala, hingga kakinya.

Butiran air yang mengalir seakan membersihkan bukan hanya debu perjalanan, tetapi juga pikiran.

Dengan tubuh yang masih basah oleh wudhu, ia bergegas menuju ruang utama untuk menunaikan shalat Zuhur.

Warga yang menunaikan shalat mungkin biasa terlihat di Indonesia. Namun, shalat yang khusyuk ini dilakukan di Negeri Tirai Bambu, China, di mana muslim adalah kelompok minoritas.

BACA JUGA  Bareskrim Bongkar Jaringan Judi Online Internasional Kamboja dan China

Tempat Wang bersujud adalah Masjid Huangcheng, masjid tertua dan terbesar di Chengdu, sebuah saksi bisu akan simbol toleransi yang telah berdiri kokoh selama hampir empat abad.

Masjid Huangcheng bukan sekadar bangunan biasa. Setiap batu dan ukirannya menyimpan cerita panjang tentang akulturasi budaya dan toleransi.

Imam Masjid Huangcheng Chen Jin mengatakan bahwa masjid ini didirikan pada 1677, tepat pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (1661-1772), kaisar ke-4 dari Dinasti Qing.

Hal itu dapat dilihat di prasasti yang terpelihara dengan baik di dalam masjid itu.

BACA JUGA  Korsel Segera Bagikan Uang Tunai ke Seluruh Warga, Ada Apa?

Terletak di Kota Chengdu, Provinsi Sichuan, masjid ini merupakan satu-satunya tempat ibadah yang terbuka untuk umum di pusat kota.

Pos terkait