Apa Alasan Mahkamah Konstitusi Pisahakan Pemilu Nasional dan Lokal 2029?

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo. ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S

Apabila kondisi itu terus dibiarkan, perekrutan untuk pencalonan jabatan-jabatan politik yang dipilih rakyat justru didasarkan pada sifat transaksional sehingga pemilu menjadi jauh dari proses yang ideal dan demokratis.

Rakyat yang Utama

Kedaulatan rakyat dalam pesta demokrasi juga dipertimbangkan betul oleh Mahkamah. Pemilu anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota yang berdekatan dengan pemilihan kepala daerah menyebabkan minimnya waktu bagi rakyat untuk menilai kinerja dari pejabat terpilih.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA  Bakteri Bisa Gantikan Pestisida Sintetis untuk Pertanian Berkelanjutan

Dengan rentang waktu yang berdekatan, ditambah dengan penggabungan pemilu DPRD dalam pemilu DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden mengakibatkan masalah pembangunan daerah tenggelam di tengah isu nasional. Padahal, masalah pembangunan daerah perlu tetap dijadikan sebagai fokus pada tahapan pemilu lokal.

Di samping itu, Mahkamah memandang, pemilu beruntun dalam tahun yang sama—seperti tahun 2024—berpotensi membuat pemilih menjadi jenuh. Kejenuhan tersebut dipicu oleh pengalaman pemilih yang harus mencoblos dan menentukan pilihan di antara banyak calon dalam pemilu DPR, DPD, presiden/wakil presiden, dan DPRD.

BACA JUGA  MK Tolak Uji Formil UU TNI karena Dalil Tidak Terbukti

Bahkan, MK menyebut pemilih menjadi tidak fokus saat hendak mencoblos di tempat pemungutan suara. Fokus pemilih terpecah pada pilihan calon yang terlampau banyak dan pada saat yang bersamaan, waktu yang tersedia untuk mencoblos menjadi sangat terbatas. Kondisi tersebut, disadari atau tidak, bermuara pada menurunnya kualitas pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam pemilu.

Pos terkait