Lebih lanjut Ristiani menambahkan bahwa pihaknya sendiri juga sudah melakukan DNDF dan OIS berbasis IndONIA sebagai bentuk partisipasi dalam pendalaman PUVA.
“Bank Jateng melihat momentum ini sebagai bagian penting dari transformasi sistem keuangan yang lebih modern dan terintegrasi. Kami yakin dengan partisipasi aktif Bank Jateng, ekosistem pasar keuangan dapat tumbuh lebih likuid, transparan, dan adaptif. Hal ini tentu sejalan dengan misi Bank Jateng dalam mendukung pembangunan daerah yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional,” lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia Arief Rachman menegaskan bahwa reformasi benchmark domestik melalui INDONIA dan pengembangan pasar OIS akan memperkuat transmisi kebijakan moneter.
“Pasar OIS yang berbasis INDONIA akan menciptakan acuan suku bunga yang lebih kredibel dan likuid. Ini menjadi fondasi penting dalam mendukung manajemen risiko suku bunga serta mendorong efisiensi pembentukan harga di pasar,” jelas Arief.
Dari sisi pengawasan, Direktur OJK, Bahruddin, menekankan pentingnya implementasi NCCD (Non-Centrally Cleared Derivatives) sebagai bagian dari standar internasional pasca krisis 2008.
“Penerapan kewajiban margin untuk transaksi derivatif yang tidak dikliringkan melalui CCP akan meningkatkan ketahanan sistem keuangan. Ini juga menjadi bukti komitmen Indonesia dalam memenuhi standar Basel dan rekomendasi Financial Stability Board,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum APUVINDO, Ronny Setiawan, menambahkan bahwa keberadaan DNDF memberikan instrumen lindung nilai yang semakin relevan di tengah dinamika pasar valas global.