Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud mengatakan semua negara harus dilibatkan dan berbagi beban, mendesak bahwa “berbagi sumber daya, berbagi persaudaraan”.
Sedangkan Presiden Djibouti Ismail Omar Guelleh menyebut peresmian tersebut sebagai “hari kemenangan besar”.
Selama 14 tahun, jutaan rakyat biasa Ethiopia, termasuk petani, buruh harian, pelajar, dan pegawai negeri sipil, membeli obligasi dan memberikan sumbangan untuk membantu mendanai proyek bendungan tersebut.
Pihak berwenang mengatakan bahwa upaya publik itu, di samping pendanaan negara, memungkinkan penyelesaian bendungan raksasa tersebut.
Namun, Mesir dan Sudan tetap sangat prihatin. Kedua negara itu berpendapat bahwa Ethiopia telah mengisi dan mulai mengoperasikan bendungan itu tanpa perjanjian pembagian air yang mengikat. Keduanya tidak hadir dalam upacara peresmian.
Mesir, yang menyatakan bahwa negaranya bergantung pada Sungai Nil untuk hampir 90 persen kebutuhan airnya, khawatir proyek itu dapat mengurangi aliran air penting selama musim kemarau, sementara Sudan juga telah menyuarakan kekhawatiran atas keamanan bendungan dan pelepasan air yang tidak terkoordinasi.
Pekan lalu, Kairo dan Khartoum mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam “tindakan sepihak” Ethiopia dan memperingatkan bahwa bendungan itu ancaman berlanjut terhadap stabilitas.
Ethiopia menegaskan bahwa proyek tersebut pada akhirnya akan menguntungkan kawasan tersebut, termasuk negara-negara hilir, dengan menstabilkan aliran air dan mengurangi banjir, tetapi negosiasi mengenai pengoperasian bendungan masih menemui jalan buntu. (Ant/Anadolu)