“FGD ini merupakan momentum penting bagi seluruh IJK di Jawa Tengah untuk menguatkan sinergi dan menyelaraskan langkah strategis menghadapi tantangan global dan digitalisasi yang semakin kompleks,” kata Ony Suharsono.
Sementara itu, Hendriyono Rachman, Kepala Divisi Surveilance Industri Jasa Keuangan OJK, mengingatkan bahwa “Stabilitas sektor keuangan kita tetap terjaga, namun kita harus terus meningkatkan efisiensi untuk menggerakkan growth engine Indonesia.”
Dari perspektif pelaku industri, I Gusti Nyoman Dharma Putra, RCEO BNI Kanwil 05 Semarang, menekankan bahwa evolusi sistem pembayaran digital harus diikuti dengan mitigasi risiko yang melekat.
“Kami mengamati bahwa meskipun terjadi pergeseran masif dari tunai ke digital payment seperti QRIS dan Mobile Banking, namun tantangan utamanya adalah Social Engineering yang mendominasi insiden fraud,” ujar Dharma Putra.
Menurutnya, Social Engineering memanfaatkan kelemahan psikologis manusia seperti sikap serba instan, mudah panik, dan minim informasi, yang menjadi celah bagi pelaku kejahatan.
Di sisi risiko, Alexander Samuel, Kelompok Specialist Perbankan OJK, memaparkan temuan kritis.
Ia menyebut total potensi kerugian serangan siber pada 2025 telah mencapai lebih dari Rp 796 miliar. Hal ini mendesak bank untuk segera menindaklanjuti kelemahan pada proses Ketahanan Siber (Identify, Protect, Detect, Respond & Recover) sesuai Peraturan OJK (POJK).
Menutup sesi, Direktur Utama Bank Jateng, Irianto Harko Saputro, menyampaikan dukungan penuh Bank Jateng adalah wujud nyata komitmen kami untuk menciptakan ekosistem perbankan yang tidak hanya sehat, tetapi juga tangguh dalam menghadapi risiko siber, demi perlindungan nasabah dan percepatan ekonomi daerah.