Usai menamatkan kuliahnya di University of Pepperdine, AS — dan bermain di sistem liga mahasiswa NCAA yang terkenal ketat — Janice mulai fokus penuh ke dunia profesional.
“NCAA itu persaingannya berat, banyak pemain di peringkat 300-400 besar dunia. Tapi pengalaman di sana penting banget buat transisi ke profesional,” ujar Janice.
Liga mahasiswa yang ramai, suportif, dan penuh tekanan membentuk mentalnya. Namun di balik itu, ia juga harus menyesuaikan diri dengan dunia pro yang jauh lebih menuntut, terutama secara fisik.
Sebab, di NCAA pertandingan hanya berlangsung pada akhir pekan. Sementara, di profesional ia bertanding hampir setiap hari.
Setelah menyelesaikan pendidikan, Janice langsung terjun ke turnamen-turnamen ITF untuk menambah jam terbang. Setelah melakoni sekira lima turnamen profesional, ia turun di PON Aceh-Sumatera Utara 2024 yang menjadi debut pertamanya di ajang nasional.
PON jelas berbeda dari ITF, bukan dari segi level, tapi dari segi perasaan di balik itu. Bagi Janice, ada ekspektasi yang harus dipenuhi, meningkat ia menjadi bagian dari kontingen Jawa Timur.
Ia tampil tanpa kehilangan satu set pun selama PON. Menariknya, sebelum mengikuti PON 2025, Janice telah lebih dulu terpilih memperkuat tim Indonesia di Asian Games Hangzhou 2023 — merebut medali perunggu di nomor ganda putri bersama Aldila Sutjiadi.
Setelah PON, fokus Janice sepenuhnya beralih ke dunia profesional. Dalam waktu singkat, ia berhasil mengoleksi enam gelar ITF, sebuah pencapaian yang mencerminkan konsistensi dan kesiapan mentalnya.