MATASEMARANG.COM – Apa hasilnya bila kawanan pecandu musik panggung berkumpul? Emosional! Emosional di sini bukan berupa akumulasi energi marah, melainkan semangat meletup-letup untuk menyuguhkan pertunjukan megah. Setidaknya untuk ukuran RT/RW.
Ide bersama yang semula gelar panggung musik sederhana seraya memutar ulang dokumentasi kegiatan warga dua dekade lalu, tak disangka mengalir liar. Anggaran yang awalnya hanya beberapa juta rupiah membengkak hingga belasan juta rupiah.
Yang menakjubkan, panitia sejak awal bersumpah tidak melibatkan dana RT dari Pemerintah Kota Semarang. Padahal, Agustus ini baru deras-derasnya pencairan dana RT untuk menopang kegiatan perayaan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI.
Begini ceritanya. Rencana semula hanya ada layar lebar untuk memantulkan cahaya overhead projector. Tata suara (sound system) pun sekelas active speaker lazimnya pentas kelas RT/RW. Sebelumnya juga hanya menghadirkan organ tunggal. Kebetulan di RW ini ada mahagurunya.
Namun, semua rencana sederhana itu sirna kala para pecandu panggung musik itu makin sering bersua. Dukungan juga mengalir dari Ketua RT O1, Yoyok, beserta warganya.
Hasilnya, mereka lantas mengubahnya menjadi layar LED (videotron) berukuran 2 x 3 meter. Mereka pun menyiapkan tata suara laiknya pertunjukan semipro: 10.000 Watt. Suaranya berdentum keras, tapi tetap nyaman di gendang telinga. Lighting (tata cahaya), smoke effect, hingga tembakan confetti menambah artistik panggung malam itu. Yang dihadirkan pun bukan pemain organ tunggal, melainkan grup band: Omnia dari Salatiga beserta penyanyinya. Tentu ada biduanitanya.
Para pecandu musik panggung ini memang seolah ditakdirkan memiliki keahlian yang relevan dengan dunia hiburan live ini. Ada Agung Jatmiko dan Ludiro yang ahli kelistrikan; ada Heriyanto, spesialis EO dan tata panggung; ada pula Hengki dan Teguh, yang paham musik dan IT. Di luar itu adalah para warga yang memberi sumbangan dana, tenaga, dan doa. Setidaknya doa agar tidak turun hujan.
Energi kaum pecandu musik panggung ini memang terus menyala, nyaris tiada jeda, seolah ingin segera menjawab dahaga warga.
Akan tetapi, energi “emosional” mereka memang harus dibayar mahal. Listrik tak mungkin gantol dari kabel setrum PLN. Untuk apa pentas megah tapi tidak berkah? “Kita sewa genset berdaya 50 KVA, Nda,” jelas Agung Jatmiko.
Ide banyak orang memang selalu mengerucutkan rencana yang lebih memacu adrenalin meski untuk mewujudkannya harus membayar lebih. Akan tetapi, pecandu musik panggung warga RW 12 Perumahan Bukit Kencana Jaya, Tembalang, Semarang, itu memang tidak mau setengah-setengah. Makanan dan minuman pun disiapkan melimpah ruah.
“Sekali bikin panggung musik harus jadi memori kolektif selamanya”. Seperti itulah kira-kira yang ada di kepala mereka.
Kegembiraan Malam yang Layak Dikenang dari Panggung Musik Warga
