MATASEMARANG.COM – KPK tetap membuka peluang memanggil Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi periode 2009–2014 Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Selain itu, KPK bisa juga memanggil Menteri Ketenagakerjaan periode 2014-2019 Hanif Dhakiri sebagai saksi.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan pernyataan tersebut usai dua mantan Staf Khusus Menaker era Hanif Dhakiri, yakni Maria Magdalena dan Nur Nadlifah, menjalani pemeriksaan . Keduanya menjali pemeriksaan sebagai saksi dugaan pemerasan engurusan izin kerja atau rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kemenaker, Selasa (15/7).
“Semua terbuka kemungkinan karena penyidik tentu masih melakukan penyidikan. Baik dari beberapa praktik dugaan pemerasan yang terjadi pada era saat ini, yang kemudian membuka peluang bagi penyidik untuk melihat apakah praktik-praktik pemerasan juga terjadi pada era-era sebelumnya. Tentu hal itu sangat terbuka,” ujar Budi di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka pemerasan pengurusan RPTKA di Kemenaker. Mereka adalah ASN di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan RPTKA merupakan persyaratan yang harus tenaga kerja asing penuhi agar dapat bekerja di Indonesia.
Bila Kemenaker tidak menerbitkan RPTKA, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat. Akibatnya, para tenaga kerja asing akan kena denda Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK menduga kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut terjadi sejak era Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024. (Ant)
KPK Tetap Buka Peluang Panggil Cak Imin dan Hanif Dhakiri
