Meski kini cara publik mengonsumsi informasi telah berubah, media arus utama telah memainkan perannya sebagai validator dan amplifikator melalui kanal-kanal distribusinya, yakni mengubah kampanye digital menjadi agenda politik yang tak terhindarkan, dengan tetap proporsional dan menjaga keberimbangan pemberitaan.
Tuntutan terstruktur
Berbeda dari gerakan-gerakan reformasi sebelumnya yang lahir dari kantong-kantong aktivis atau dewan mahasiswa, “17+8 Tuntutan Rakyat” dibidani elemen warga di era digital yang memungkinkan saling terhubung secara singkat.
Gerakan ini lahir dari inisiatif berbagai warga di era digital, lalu dirancang secara khusus oleh para pemengaruh (influencer) dan figur publik agar menjadi viral. Dengan slogan kuat –Transparansi, Reformasi, Empati– serta identitas visual jelas, kampanye ini berhasil menjadi wadah pemersatu aneka keresahan masyarakat yang sebelumnya terpisah-pisah.
Partisipasi aktif dari warga yang peduli terhadap hak publik melahirkan konsep yang disebut Mezey (2008) sebagai warga negara kompeten (competent citizens). Ciri utama warga negara ini adalah kesadaran mereka akan hak-hak pribadi dan sesama, yang disertai dengan kapasitas untuk menyuarakan serta memperjuangkan hak-hak tersebut secara kolektif dan terstruktur.
Sejalan dengan hal ini, Tocqueville dalam karya klasiknya Democracy in America (1835) menyoroti bahwa partisipasi aktif warga dalam urusan publik serta adanya masyarakat sipil yang hidup, merupakan kunci utama bagi keberhasilan sebuah negara demokrasi.