Senada dengan Amir Machmud, Prof Jawade juga sepakat bahwa saat ini semua kalangan menghadapi teknologi informasi terutama AI. Karenanya, dia sangat berharap melalui Sekolah Jurnalistik ini mahasiswa mampun berpikir kritis, bijaksana dan punya daya filter tinggi menghadapi banjir informasi.
”Harapan kami, lewat sekolah ini, mahasiswa punya kemampuan teknik menulis, namun juga bijak menghadapi setiap sumber informasi. Bukan tak mungkin, AI berpotensi menyebarkan berita yang jahat,” tambah Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Administrasi Negara Unissula itu.
Jawade juga berharap, kegiatan ini bisa terus berlanjut, dibina, tumbuh, dan dikembangkan. Bahkan ke depan, bisa dirumuskan tentang materi pers global sehingga mahasiswa punya wawasan internasional.
Pelaksanaan Sekolah Jurnalistik berlangsung dialogis. Setiawan Hendra Kelana menyampaikan materi UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Jateng ini banyak menelaah tentang jumlah dan dinamika media saat ini, etika wartawan dalam bekerja, serta UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik yang mengaturnya.
Sementara Widiyartono mengupas secara detail materi Penulisan Artikel yang bercirikan ditulis dengan nama, topik yang diangkat menyangkut kepentingan orang banyak, diperkuat referensi, serta disajikan dengan bahasa sederhana dan komunikatif.
Pada materi Konvergensi Media, Achmad Zaenal M mengulas tranformasi dengan menyitir apa yang disampaikan Bill Kovach tantangan jurnalisme adalah mempertahankan relevansi di tengah banjir informasi. Peserta dikenalkan tentang peran media arus utama dan media sosial, termasuk penguasa media.