Bakteri Bisa Gantikan Pestisida Sintetis untuk Pertanian Berkelanjutan

bakteri gantikan pestisida sintetis
Ilustrasi: Petani menanam padi di areal sawah desa Tegal karang, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/rwa.

MATASEMARANG.COM – Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Tri Joko menyebut petanu dapat memanfaatkan bakteri sebagai pengganti pestisida sintetis dalam pertanian berkelanjutan.

“Pemanfaatan bakteri yang terintegrasi dengan teknik pengelolaan penyakit dapat menjadi pendekatan pertanian berkelanjutan. Ini juga dapat mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida sintetis,” kata Tri Joko di Yogyakarta, Sabtu (12/7).

Pemanfaatan bakteri sebagai plant growth promoting bacteria (PGPB) dan agen pengendali hayati (APH) unggul akan berhasil, Syaratnya, pengguna harus memahami dengan benar pengelolaannya.

Interaksi bakteri dan tanaman, kata dia, telah berevolusi menuju keseimbangan yang saling menguntungkan.

“Interaksi bakteri dan tanaman sudah mengalami evolusi menuju terciptanya keseimbangan keduanya dalam mendapatkan manfaat dari interaksi tersebut,” ujar Dosen Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UGM ini.

Bakteri tidak hanya berperan dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Lebih dari itu, menurut dia, mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman secara langsung.

“Bakteri juga dapat meningkatkan pertumbuhan secara langsung melalui berbagai mekanisme dengan menyediakan faktor pertumbuhan,” kata Tri pula.

APH berperan dalam kesehatan tanaman tidak hanya secara langsung, tetapi juga melalui mekanisme pensinyalan biokimia.

Interaksi antara tanaman dan bakteri di rizosfer (wilayah tanah di sekitar akar tanaman) turut menentukan kesehatan tanaman, produktivitas, dan kesuburan tanah.

Tri menuturkan bakteri bisa menjadi lawan alami penyakit tanaman. Beberapa jenis bakteri seperti Bacillus, Streptomyces, dan Pseudomonas telah lama dikenal sebagai APH. Ketiga bakteri ini mampu mengendalikan serangga hama maupun nematoda parasit tumbuhan.

“Sudah banyak yang memanfaatkan bakteri untuk mengendalikan serangga hama maupun nematoda parasit tumbuhan,” kata dia.

Saat pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Bakteriologi Tumbuhan di Fakultas Pertanian UGM, Tri mengulas sejarah lahirnya bakteriologi tumbuhan yang ditandai dengan penemuan penyakit hawar api (fire blight) pada tanaman pir oleh Thomas Jonathan Burrill pada tahun 1878.

Dia menyebut penyakit tumbuhan akibat infeksi bakteri hingga kini masih menjadi ancaman serius di sektor pertanian.

Kehilangan hasil pertanian akibat penyakit bakteri, menurut dia, bervariasi tergantung jenis penyakitnya. Scara global penyakit itu menyebabkan kerugian hingga 49,6 miliar dolar AS setiap tahun. (Ant)

BACA JUGA  LPS Bakal Lindungi Hak Pemegang Polis Asuransi

Pos terkait