Hal ini sangat mendesak mengingat kondisi TPA yang hampir overload, dengan produksi sampah di Kota Semarang mencapai hampir 1.200 ton per hari.
Diprediksi, dalam 3–5 tahun ke depan, jumlah ini bisa menembus angka 1.400 ton per hari.
“Jika tidak ada upaya penanganan dari hulu, TPA akan semakin penuh. Oleh karena itu, pengolahan sampah harus dilakukan dari hulu ke hilir,” tegas Arwita.
DLH Kota Semarang juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dan kader PKK di tingkat kelurahan dan kecamatan untuk mendampingi warga dalam implementasi gerakan ini.
Dalam 100 hari program kerja Wali Kota Semarang, jumlah bank sampah di kota ini melonjak dari 660 unit bank sampah menjadi lebih dari 1.074 unit.
Hal ini menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
“Dari gerakan ini, kita berhasil menghasilkan nilai ekonomi sirkular sebesar lebih dari Rp570 juta hanya dalam 100 hari. Ini membuktikan bahwa sampah bisa menjadi sumber daya yang bermanfaat,” tutur Arwita.
DLH juga siap memberikan pendampingan kepada masyarakat untuk pengolahan sampah, baik organik maupun pemanfaatan bank sampah.
Harapannya, semakin banyak warga yang terbiasa memilah sampah, semakin kecil beban yang harus ditanggung oleh TPA dan semakin besar pula potensi ekonomi yang dapat digali dari sampah.
















