MATASEMARANG.COM – Pakar Transportasi, Djoko Setijowarno mengatakan ojek online atau ojol adalah bisnis yang gagal.
Dia menjelaskan, para driver ojek online kerap mengeluh dan menggelar demo, sebuah tanda tidak meningkatnya perekonomian para mitra.
Akademisi dari Unika Soegijapranata Semarang tersebut juga menjelaskan bahwa pendapatan para mitra driver ojek online terus tergerus oleh potongan-potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar
“Kegagalan bisnis transportasi daring sudah terlihat dari pendapatan yang diperoleh mitranya atau driver ojek daring. Sekarang, pendapatan rata-rata driver ojek daring di bawah Rp 3,5 juta per bulan dengan lama kerja 8 -12 jam sehari dan selama 30 hari kerja sebulan tanpa adanya hari libur selayaknya mengacu aturan ketenagakerjaan yang sudah diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja,” katanya, Selasa 20 Mei 2025.
Pendapatan ojek daring rata-rata yang masih sebatas kurang dari Rp 3,5 juta per bulan tidak sesuai dengan janji para aplikator angkutan berbasis daring pada tahun 2016 yang mencapai Rp 8 juta per bulan.
Menurut Djoko, menjadikan profesi pengemudi ojol menjadi sandaran hidup.
“Pasalnya, aplikator tidak membatasi jumlah pengemudi, menyebabkan ketidakseimbangan supply dan demand,” tambah Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat ini.
Para mitra driver ojek online juga bekerja tidak dalam kepastian dalam hal penghasilan, tidak ada jadwal hari libur, tidak ada jaminan kesehatan, jam kerja tidak terbatas.
“Jika ingin sebagai angkutan umum, otomatis segala persyaratan dan hal-hal yang berlaku bagi angkutan umum juga berlaku pula bagi sepeda motor yang berfungsi sebagai angkutan umum, seperti wajib melakukan uji berkala (kir), wajib dilengkapi perlengkapan, SIM C Umum, plat nomor kendaraan berwarna kuning, tarif ditetapkan perusahaan angkutan umum (bukan aplikator seperti sekarang) atas persetujuan pemerintah,” pungkasnya.
















