Transportasi perintis, menurut Djoko, bukan sekadar layanan tambahan, melainkan urat nadi sementara yang memastikan konektivitas dasar tetap berjalan.
Kehadirannya mampu menjangkau desa-desa yang terisolasi akibat rusaknya jalan dan jembatan, menjaga stabilitas harga dengan memastikan pasokan barang pokok tetap tersedia.
Transportasi perintis juga memberikan layanan angkutan gratis bagi warga agar mereka bisa kembali bekerja, bersekolah, mengakses pasar, dan mengangkut hasil bumi tanpa terbebani biaya transportasi.
Bus perintis bahkan dapat difungsikan sebagai angkutan sekolah sementara bagi siswa yang sekolahnya rusak, sekaligus menjadi sarana akses menuju fasilitas kesehatan yang masih beroperasi.
Lebih jauh, Djoko menekankan bahwa transportasi perintis memberikan rasa aman dan normalisasi bagi masyarakat terdampak. Kehadirannya menunjukkan kepedulian pemerintah, membantu mengurangi trauma, dan mempercepat proses transisi dari fase darurat menuju pemulihan.
Dengan dukungan transportasi perintis, pemerintah daerah terdampak bencana tidak akan terisolasi total, melainkan dapat segera bangkit dan kembali menjalankan aktivitas ekonomi serta sosial secara bertahap.
















