“Percuma kalau sudah belajar piano, les tapi tidak ada kompetisi, Kita akan ciptakan paeran dan beri ruang agar anak-anak bisa mengasah kepandaiannya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Agustina mengatakan dengan adanya peringatan HAN ini menjadi sebuah refleksi bagi orang tua serta pemerintah. Menurutnya, anak-anak belum terfasilitasi dengan baik dalam menggapai mimpi.
“Tugas kita ada memberikan ruang bagi mereka untuk menghadapi tantangan mereka saat dewasa,” ujarnya.
Masalah yang saat ini muncul adalah orang tua yang seolah tahu tentang masa depan anaknya. Orang tua bahkan mereplikasi apa yang dialami saat orang tua masih kecil
“Saat ini kita tahu, apa yang kita lakukan belum cukup. Tadi kan ada konferensi anak, paling tidak akan dialokasikan pemkot tahun depan,” terangnya.
Ke depan, ia akan membuat Semarang sebagai rumah bagi anak dan akan menciptakan sebuah sistem yang ramah bagi anak.
Misalnya Dinas Pendidikan menciptakan sistem pendidikan lokal dan memberikan peran ke anak lebih banyak.
Lalu DLH menciptakan lingkungan yang bersih, sementara Trans Semarang bisa menghilangkan “cumi – cumi darat”, tidak ada pelecahan didalam bus dan hal yang menakutkan lain kepada anak.
“Berbagai Dinas ini punya peran untuk menciptakan Semarang jadi nyaman, sesuai visi misi saya dulu membuat support system. Ke depan akan dibuat lingkungan yang nyaman, di lahan milik Pemkot sekecil apapun, di sana anak bisa aman dan mengapresiasikan diri tanpa ada gangguan,” tandasnya.
















