MATASEMARANG.COM – Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno melihat fenomena truk ODOL (Over Dimension and Over Load) saat ini ramai diperbincangkan.
Menurut Djoko Setijowarno, fenomena truk ODOL adalah cerminan kacau balau tata kelola di pemerintahan.
Dia menambahkan, truk dengan kelebihan dimensi dan muatan bukan semata urusan pelanggaran teknis atau siasat mencari profit.
Sementara pemilik memaksa sopir memuat lebih demi efisiensi biaya tanpa peduli akan aturan hukum.
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dirasa belum membuat regulasi yang memaksa produsen dan pemilik barang bertanggung jawab.
Dijelaskan, dalam pasal 184 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 memberi keleluasaan pada cara penentapan tarif angkutan barang melalui kesepakatan antara pengguna dan operator.
“Akan tetapi dalam praktiknya, liberalisasi tarif justru membiakkan ekploitasi,” terangnya, Senin 25 Juni 2025.
“Regulasi keselamatan dan batas teknis kendaraan tak ditegakkan. Truk kelebihan dimensi dan muatan menjamur. Prasarana Jalan dan pelabuhan rusak. Negara merugi,” sambung Djoko.
Selain itu, adanya truk kelebihan dimensi dan muatan memicu kecelakaan truk yang menempati posisi kedua setelah sepeda motor.
Dari sisi ekonomi, truk kelebihan dimensi dan muatan selain tidak memenuhi standar kawasan perdagangan bebas ASEAN, juga membuat lemah daya saing nasional.
Sopir truk pun jadi tumbal dalam sistem yang belum diatur secara tegas ini.
Jika terjadi kecelakaan, para sopir yang pertama dicurigai dan disalahkan bahkan sering menjadi tersangka.