“Di pertemuan di kantor DPRD itu ada Pak Eko dan Pak Suroto, saya, Pak Martono, dan Pak Iswar,” tegas Alwin.
Hakim Ketua Gatot Sarwadi memerintahkan panitera untuk mencatat perbedaan keterangan antara saksi dan terdakwa mengenai kehadiran dalam rapat pembahasan proyek. Keputusan akhir akan ditentukan oleh majelis hakim.
Dalam sidang yang sama, dibahas pula alasan Eko dan Suroto menyetujui rencana terbuka terdakwa terkait pembagian proyek.
Saksi Eko mengakui bahwa ia hanya mengikuti perintah Alwin, karena menganggap semua yang diinginkan Alwin mewakili atasannya, Mbak Ita, selaku Wali Kota Semarang.
“Menurut kami, apa yang disampaikan Pak Alwin itu representasi Bu Ita,” ungkapnya.
Sementara itu, saksi Suroto mengatakan ia tidak berani melawan perintah karena takut dicopot dari jabatannya sebagai camat.
“Ya, bisa jadi,” jawab Suroto saat ditanya mengenai ketakutannya akan pencopotan jabatan.
Sebelumnya, Penuntut Umum KPK mendakwa Mbak Ita dan Alwin Basri menerima suap dan gratifikasi dengan total mencapai Rp9 miliar dari tiga tindak pidana berbeda.
Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima suap Rp3,7 miliar terkait pengondisian beberapa proyek, termasuk pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun anggaran 2023.
keduanya juga didakwa memeras ASN Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang dengan meminta bagian dari iuran pegawai yang mencapai lebih dari Rp3 miliar.
Kemudian mereka didakwa menerima gratifikasi senilai Rp2 miliar dari pengondisian proyek-proyek penunjukan langsung di kelurahan dan kecamatan se-Kota Semarang.
















