Di sini bisa terlihat wajah-wajah penuh harap para pelaju yang setiap hari menggantungkan hidup pada ketepatan waktu.
Stasiun Alastua

Bergerak ke arah timur, ada Stasiun Alastua yang mungil namun bermakna. Berbeda dengan keriuhan pusat kota, Alastua menyuguhkan pemandangan yang menyegarkan mata.
Stasiun ini seperti oase di tengah padatnya permukiman. Ia berdiri diapit oleh hamparan sawah yang warnanya berubah mengikuti musim.
Menunggu kereta di sini memberikan sensasi yang berbeda. Ada aroma tanah dan angin sepoi yang jarang ditemukan di stasiun besar.
Alastua adalah pengingat bahwa di sela modernisasi, sisi agraris Semarang masih setia menanti di pinggir rel.
Stasiun Jrakah

Sementara itu, di gerbang barat kota, Stasiun Jrakah berdiri dengan karakter yang kontras.
Lokasinya yang sangat dekat dengan jalur pantura dan kawasan industri membuat stasiun ini terasa sangat sibuk meski tak disinggahi penumpang.
Meski lebih banyak berfungsi sebagai pengatur lalu lintas kereta, Jrakah memiliki pesonanya sendiri sebagai titik persilangan.
Di sini terlihat betapa dekatnya rel kereta dengan denyut nadi industri dan logistik hingga permukiman warga yang menjadi mesin penggerak ekonomi Semarang.
Stasiun Ambarawa

Perjalanan memuncak di Stasiun Ambarawa yang meski kini telah menjadi museum, jiwanya tetap hidup.
Pernah dikenal sebagai Stasiun Willem I, tempat ini adalah rumah bagi lokomotif-lokomotif uap legendaris yang pernah berjaya di masanya.
Yang paling istimewa tentu saja pengalaman menaiki kereta wisata melewati tepian Rawa Pening dengan latar belakang gunung-gunung yang menjadi pilar Jawa Tengah.
















