MATASEMARANG.COM – Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Semarang mencatat ada sekitar 52 kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) berdasar laporan perselisihan hubungan industrial. Angka ini tercatat pada tahun 2025 hingga bulan Juli.
Kepala Disnaker Kota Semarang, Sutrisno menerangkan kasus PHK yang dilaporkan karena adanya perselisihan antara pekerja dengan perusahaan tersebut seperti karena sengketa hak, perbedaan kepentingan atau tidak terpenuhinya kewajiban perusahaan terhadap pekerja.
Ia mengatakan, beberapa sektor usaha yang paling banyak mengalami perselisihan dengan pekerja dan berujung pada PHK antara lain industri manufaktur, garmen, perkayuan, dan sejenisnya.
“Jadi kalau PHK dari kasus perselisihan, di tahun 2025 itu hanya 50 sampai 100. Itu dari perselisihan karena kepentingan dan kemudian juga menuntut hak. Tahun 2024 juga angkanya segitu, 100-an saja,” jelas Sutrisno, Sabtu, 2 Agustus 2025.
Meski demikian, lanjut Sutrisno, jumlah tersebut tidak mencerminkan kondisi keseluruhan di lapangan. Masih banyak kasus PHK yang tidak masuk dalam data resmi.
Alasannya, karena terjadi secara otomatis saat masa kontrak kerja berakhir. Ia menyebut jenis hubungan kerja seperti ini dikenal dengan sistem kerja waktu tertentu (PKWT).
“Kalau sudah masa kontraknya habis, otomatis keluar, kan banyak. Itu tidak terlaporkan sebagai PHK, tetapi sampai masa kerjanya habis,” tuturnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan ada cukup banyak perusahaan di Semarang yang menerapkan sistem kontrak kerja.
Begitu kontrak selesai, maka pekerja tidak lagi bekerja di perusahaan tersebut tanpa perlu adanya proses PHK formal.
















