MATASEMARANG.COM– Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terus menggalakkan program lubang resapan biopori sebagai langkah konkret mencegah banjir sekaligus mengelola sampah organik secara berkelanjutan.
Langkah ini menjadi bagian dari program 100 hari kerja Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, yang menekankan pentingnya pengelolaan limbah organik dari hulu ke hilir. Pada tahun 2025, DLH menargetkan pembuatan lubang biopori secara masif di seluruh kecamatan.
Kepala DLH Kota Semarang, Arwita Mawarti, mengungkapkan bahwa program ini akan menyasar 16 kecamatan. Masyarakat pun didorong untuk berpartisipasi aktif, bahkan akan diberikan pelatihan langsung agar mampu membuat biopori sendiri.
“Bagi warga yang mengajukan permohonan, kami siap melayani. Kami ajarkan langsung cara membuat biopori agar ke depan mereka bisa melakukannya secara mandiri,” ujar Arwita.
Ia menjelaskan, pembuatan lubang biopori disesuaikan dengan karakteristik tanah di masing-masing wilayah. Misalnya, lubang di kawasan Semarang atas bisa mencapai kedalaman 100 cm, sedangkan di wilayah bawah seperti daerah pesisir hanya sekitar 50 cm, dengan diameter antara 25 hingga 30 cm.
Selain untuk meningkatkan daya serap air saat hujan dan mengurangi limpasan ke saluran drainase, lubang biopori juga berfungsi sebagai media kompos alami. Sampah organik seperti daun-daun kering bisa dimasukkan ke dalam lubang, membantu mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Jatibarang.
“Biopori sangat efektif untuk mendukung upaya mitigasi perubahan iklim. Tidak hanya mengurangi banjir, tetapi juga mengurangi sampah organik dan menghasilkan pupuk alami,” tambahnya.