Fadli Zon menegaskan, kartu pos bukan sekadar media visual, tetapi juga sarana komunikasi dan dokumentasi sejarah yang merekam hubungan antar manusia serta dinamika sosial pada masanya.
Ia berharap pameran ini dapat menumbuhkan minat masyarakat utamanya generasi muda terhadap sejarah dan warisan budaya.
“Saya mengajak anak-anak muda yang ingin tahu tentang kota-kota lama dan peristiwa masa lalu untuk datang ke pameran ini. Dari kartu pos, kita bisa belajar tentang sejarah dan identitas kota,” katanya.
Sementara itu, Wali Kota Semarang menilai, pameran kartu pos menghadirkan pengalaman berbeda bagi masyarakat dalam menikmati sejarah Kota Semarang.
Melalui visual kartu pos, pengunjung dapat membayangkan kondisi kota di masa lalu serta perubahan yang terjadi hingga saat ini.
“Dari kartu pos ini kita bisa menduga seperti apa Semarang dulu dan bagaimana perubahannya sekarang. Ini akan menumbuhkan rasa cinta yang lebih kuat terhadap Kota Semarang,” kata Agustina.
Menurut Agustina, kawasan Kota Lama merupakan etalase pariwisata Kota Semarang sekaligus pintu masuk wisata sejarah. Ia optimistis pameran dan buku ini dapat menarik lebih banyak wisatawan dan pecinta filateli untuk datang ke Semarang.
Ia juga menegaskan komitmen Pemkot Semarang dalam merawat aset sejarah, termasuk rencana perbaikan gedung pertemuan bekas Gedung Sarekat Islam agar dapat dimanfaatkan sebagai ruang kegiatan masyarakat, khususnya kegiatan budaya.
“Gedung bersejarah harus kita hidupkan kembali supaya bisa digunakan untuk aktivitas budaya warga,” tandasnya.



















