Pola-pola ini menunjukkan indikasi kuat adanya kesengajaan pemilih dalam membuat suaranya tidak sah.
Sabiq kemudian membawa persoalan ini ke perspektif internasional, merujuk pada sejumlah kasus di negara lain.
Ia menyinggung butterfly ballot dalam Pemilu Amerika Serikat 2000 yang menyebabkan kebingungan massal pemilih, serta lonjakan surat suara tidak sah dalam Pemilu Prancis 2017 yang sebagian besar merupakan suara protes.
“Di banyak negara, suara tidak sah merupakan sinyal politik. Ia bisa muncul karena desain surat suara yang membingungkan, tetapi juga karena ketidakpuasan pemilih,” ujarnya
Diskusi berlangsung hidup. Para peserta banyak menyoroti hubungan antara desain surat suara, tingkat literasi politik, hingga perilaku protes dalam pemilu lokal.
Narasumber sepakat bahwa masalah surat suara tidak sah harus ditangani dari berbagai sisi, mulai dari teknis, edukatif, hingga politis.
Laboratorium Ilmu Politik menutup seminar dengan sejumlah rekomendasi bagi penyelenggara pemilu, termasuk peningkatan edukasi pemilih, pembenahan prosedur pelipatan dan distribusi surat suara, serta penguatan dokumentasi kasus surat suara tidak sah untuk bahan evaluasi ke depan.
Seminar berakhir dengan penekanan bahwa tingginya surat suara tidak sah bukan hanya persoalan teknis pemilu, melainkan refleksi kualitas demokrasi lokal yang perlu terus diperbaiki.
















