“Kalau kita berbicara tentang Kampung Pecinan, maka kita berbicara tentang heritage. Kita ingin mempertahankan keaslian, termasuk lampu, tempat sampah, pedestrian, hingga material jalan. Ini semua untuk menguatkan citra kawasan Pecinan tanpa mengubah identitasnya,” ujarnya.
Kampung Semawis sendiri pernah menjadi pusat keramaian yang tak hanya menawarkan kuliner malam, tetapi juga atmosfer kebudayaan Tionghoa-Semarang yang khas. Namun sejak pandemi COVID-19, kegiatan pasar malam ini terhenti dan belum sepenuhnya aktif kembali. Kini, semangat dari komunitas dan dukungan dari Pemkot Semarang membuka harapan baru bagi kawasan ini untuk bangkit kembali.
Dalam peninjauan ini, juga hadir sejumlah pemangku kepentingan, termasuk para pegiat heritage seperti Widia, yang memberikan masukan penting terkait pelestarian fisik dan nilai sejarah kampung. Pemerintah Kota Semarang menyatakan siap menindaklanjuti berbagai masukan tersebut, baik melalui intervensi teknis oleh OPD terkait maupun dukungan program lintas sektor.
“Kita ingin Kampung Semawis kembali hidup. Bukan sekadar ramai di malam akhir pekan, tapi juga sebagai kawasan perdagangan, pusat aktivitas ekonomi masyarakat, dan ruang bertemu bagi semua golongan. Dari sinilah semangat kota inklusif Semarang bisa bertumbuh,” jelasnya.
Reaktivasi Kampung Semawis menjadi simbol komitmen Pemerintah Kota Semarang dalam merawat ruang hidup kota yang berakar pada sejarah dan menyapa masa depan dengan keberagaman. Warga pun diharapkan ikut terlibat aktif dalam menyambut kembali denyut kehidupan Kampung Semawis.