Sambil terisak menahan tangis, Hakim Rosihan juga mengatakan bahwa perbuatan Zarof juga dinilai mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga MA dan badan peradilan di bawahnya.
“Perbuatan terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purnabakti masih melakukan tindak pidana padahal telah memiliki banyak harta benda,” tutur Hakim Rosihan.
Sementara itu, keadaan meringankan yang dipertimbangkan majelis hakim, yakni terdakwa menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, dan masih mempunyai tanggungan keluarga.
Majelis hakim memutuskan tidak menjatuhkan pidana penjara maksimal 20 tahun seperti yang dituntut oleh penuntut umum karena mempertimbangkan beberapa hal.
Menurut majelis hakim, jika dijatuhi pidana 20 tahun penjara, Zarof akan menjalani hukuman usia 83 tahun karena usianya sekarang menginjak 63 tahun, sementara harapan hidup rata-rata di Indonesia sekitar 72 tahun.
“Sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto,” katanya.
Di samping itu, majelis juga mempertimbangkan bahwa Zarof Ricar saat ini telah pula ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang masih dalam penyidikan Kejaksaan Agung.
“Sehingga sangat mungkin terdakwa diajukan lagi dalam perkara baru,” imbuhnya.
Sebelumnya, Zarof Ricar dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara terpidana kasus pembunuhan, Ronald Tannur, pada tahun 2024 di tingkat kasasi, serta dugaan gratifikasi pada tahun 2012–2022.