DPR: “Debt Collector” Harus Dilarang, Eksistensinya Sudah Hilang

MATASEMARANG.COM – Anggota Komisi III DPR RI Nasyirul Falah Amru menegaskan eksistensi penagih utang atau debt collector secara hukum sudah hilang sehingga sudah seharusnya dilarang.

Gus Falah, sapaan politikus itu, mengingatkan, pada 2020 Mahkamah Konstitusi (MK) pernah memutuskan perusahaan leasing atau pemberi kredit dan penagih utang tak dapat mengeksekusi objek jaminan atau agunan seperti kendaraan maupun rumah secara sepihak.

“Hal itu tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020,” kata Gus Falah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA  2 Siswa SMK Terjaring Operasi Patuh Candi 2025 di Kampung Kali Gara-gara Knalpot Brong dan Tak Punya STNK

Dikatakan bahwa putusan MK itu bersifat final dan mengikat, sehingga setiap perusahaan leasing dan penagih utang tidak boleh bertindak melakukan aksi pengambilan paksa terhadap debitur yang mengalami keterlambatan pembayaran cicilan.

Ia melanjutkan, dalam putusannya MK menegaskan eksekusi tidak boleh dilakukan sendiri oleh kreditur, melainkan harus melalui permohonan ke Pengadilan Negeri.

Selain itu, dalam putusannya MK juga menyatakan tak boleh ada teror yang disertai penggunaan kekerasan, ancaman, maupun penghinaan terhadap debitur.

“Putusan MK itu sejalan dengan teori negara hukum, bahwa penyelesaian sengketa finansial harus melalui mekanisme hukum yang transparan dan dapat diawasi. Maka eksistensi debt collector sebenarnya bertentangan,” ujar anggota komisi DPR RI yang membidangi hukum, HAM, dan keamanan itu.

BACA JUGA  KPK Ungkap Peran Yaqut hingga Pemilik Maktour dalam Kasua Kuota Haji

Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengevaluasi secara menyeluruh standar operasional prosedur (SOP) penarikan kendaraan oleh pihak penagih hutang menyusul insiden pengeroyokan dan kericuhan yang menewaskan dua orang di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan.

Pos terkait