MATASEMARANG.COM – Muhammad Fuad Riyadi atau Fuad Plered, kiai yang lahir dari lingkungan pesantren di Wonokromo Yogyakarta, menjalani sanksi adat di Kota Palu.
Sanksi adat itu terkait kasus penghinaan dan ujaran kebencian terhadap pendiri Alkhairaat Habib Idrus Bin Salim Al Jufri (Guru Tua).
Dewan Majelis Wali Adat Kota Patanggota Ngata Palu di Banua Oge (Rumah Adat) menggelar Sidang Adat Libu Potangara Nu Ada Kepada Tosala (peradilan adat, dari kumpulan lembaga adat, kepada yang melakukan kesalahan), Minggu, 20 Juli 2025.
Ketua Majelis Persidangan Adat Arena JR Parampasi menjelaskan hukum adat tidak hanya menjadi pedoman etika dan moral. Lebih dari itu mencerminkan identitas dan jati diri masyarakat dalam kebersamaan, keragaman, dan cinta kasih.
Warga mengenal landasan hukum adat Kaili dengan Sambulu. Bahannya terdiri atas pinang, sirih, kapur, gambir, tembakau, yang bila disatukan menjadi darah.
Berdasarkan pelanggaran norma adat, Fuad masuk dalam kategori Salambivi dan Salakana. Jadi, dia sebagai Tosala atau orang yang bersalah wajib membayar denda. Wujudnya berupa lima mba bengga pomava sambei tambolo (lima ekor kerbau besar pengganti leher) yang harus Fuad ganti dengan lima ekor sapi.
Kemudian lima nggayu gandisi posompu (lima pes kain putih kafan). Lima dula nu ada potande balengga (lima buah dulang adat tempat kepala). Juga, lima mata guma (lima bilah kelewang/parang adat).
Selain itu, lima ntonga tubu bula (lima buah mangkok adat putih. Lima ntonga pingga bula tava kelo (lima buah piring putih motif daun kelor). Sapulu sasio real doi rapo sudaka deana alima (99 real uang untuk sedekah di kali lima) atau jumlahnya 99 real x 5. Nilai ini setara dengan Rp2.236.905. (Antara)