MATASEMARANG.COM – Selama lebih dari satu dekade, Komunitas Jazz Ngisoringin telah menjadi rumah bagi para musisi lintas genre, usia, dan latar belakang di Kota Semarang.
Berdiri sejak awal 2010-an, komunitas ini konsisten memperkenalkan musik jazz kepada masyarakat luas, menjadikannya genre yang semakin inklusif dan digemari.
Dari Bawah Pohon Beringin ke Panggung Nasional
Nama “Jazz Ngisoringin” berasal dari lokasi panggung perdana mereka yang unik, di bawah pohon beringin. Komunitas ini lahir dari inisiatif para musisi senior Semarang seperti Gatot Hendraputra, Chandra Purnama, Eko Abrianto, dan grup 26 Akustik.
Mereka ingin menciptakan ruang ekspresi musikal yang terbuka dan membumi.
Humas Komunitas Jazz Ngisoringin Herdito Tamami menuturkan komunitas ini hadir sebagai media komunikasi, tempat belajar, dan wadah eksplorasi musikalitas jazz.
“Semua musik bisa dimainkan dalam jazz. Jadi, jangan takut bergabung,” ujarnya.
Loenpia Jazz: Panggung Musik Khas Semarang
Tak hanya aktif tampil di berbagai festival seperti Java Jazz Festival, Indonesian Jass Festival, Ngayogjazz, dan Jazz Atas Awan Dieng, komunitas ini juga menggagas panggung tahunan bertajuk Loenpia Jazz.
Nama “Loenpia” diambil dari makanan khas Semarang, sebagai simbol identitas lokal yang kuat.
Sejak 2012, Loenpia Jazz telah digelar di berbagai lokasi ikonik di Semarang, mulai dari Taman KB, Kota Lama, Pecinan, Grand Maerakaca, GOR Jatidiri, TBRS, Hutan Tinjomoyo, hingga Taman Indonesia Kaya.
Bahkan pada masa pandemi, acara ini tetap berlangsung secara virtual. Pada 2022, panggung jazz ini digelar di Lanud Ahmad Yani, dan pada 2023 kembali ke Kota Lama Semarang.
















