Budaya dan Agama Jadi Pilar Pencegahan Stunting di Jawa Tengah

Dialog Cegah Stunting Wujudkan Generasi Emas yang Cerdas dan Berkualitas pada Jumat 19 Desember 2025
Dialog Cegah Stunting Wujudkan Generasi Emas yang Cerdas dan Berkualitas pada Jumat 19 Desember 2025

MATASEMARANG.COM – Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah Krisseptiana menegaskan bahwa stunting masih menjadi persoalan serius dalam pembangunan kesehatan dan sumber daya manusia di Indonesia.

Kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis ini tidak hanya berdampak pada postur tubuh anak, tetapi juga memengaruhi perkembangan kognitif, produktivitas, dan kualitas hidup di masa depan.

Hal tersebut disampaikan Krisseptiana dalam kegiatan Peningkatan Kualitas Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) bertema “Cegah Stunting Wujudkan Generasi Emas yang Cerdas dan Berkualitas” yang digelar di Front One HK Resort Simpang Lima, Semarang pada Jumat 19 Desember 2025.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA  Dewan: Aturan Penggunaan Bantuan Operasional Rp25 Juta/RT Harus Diperjelas

Krisseptiana menyebutkan, prevalensi stunting di Jawa Tengah pada Juni 2024 tercatat sebesar 20,8 persen, memenuhi target daerah namun masih di atas target nasional sebesar 14 persen.

“Artinya, kebijakan dan program yang sudah berjalan perlu terus dikawal, dievaluasi, dan diperkuat agar hasilnya berkelanjutan,” ujarnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sendiri telah menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2019 tentang Percepatan Pencegahan Stunting sebagai pedoman aksi konvergensi lintas sektor. Pendampingan keluarga, edukasi gizi, serta penguatan peran komunitas menjadi faktor kunci dalam memastikan anak tumbuh sehat dan optimal.

BACA JUGA  Sumanto Minta Pemerintah Selesaikan Berbagai Permasalahan Peternak

Dalam kegiatan tersebut, hadir narasumber dari unsur praktisi pendampingan keluarga, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, serta tokoh agama Katolik.

Kehadiran mereka menegaskan bahwa pencegahan stunting membutuhkan pendekatan multidimensional, tidak hanya dari aspek kesehatan, tetapi juga sosial, budaya, dan spiritual.

Pos terkait