Urgensi Perlindungan Pengetahuan Tradisional Sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Menuju Era Society 5.0.

Hadiansyah Saputra, S.H. (Mahasiswa Pasca Sarjana, Magister Ilmu Hukum, Universitas Al Azhar Indonesia)
Hadiansyah Saputra, S.H. (Mahasiswa Pasca Sarjana, Magister Ilmu Hukum, Universitas Al Azhar Indonesia)

Suatu ketika saya dan beberapa teman sejawat berkesempatan berkunjung ke Pulau Samosir, Sumatera Utara dan singgah di salah satu destinasi wisata kampung adat yang berlokasi di tepi Danau Toba, kampung adat yang terpelihara dengan baik dan sangat menarik untuk dikunjungi.

Di sana kami melihat warisan budaya antara lain berupa rumah adat Bolon, Sopo, ukiran-ukiran maupun artefak budaya Batak, batu persidangan dan mendapatkan penjelasan mengenai sejarah budaya dan masyarakat setempat.

Bagian paling menariknya adalah ketika kami mengenakan Ulos dan melakukan “Manortor” atau menari Tor Tor bersama dengan mengikuti gerakan yang dicontohkan pemandu huta.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA  Belajar dari Blunder Bupati Pati

Kampung adat tersebut adalah satu dari banyak desa/kampung adat yang ada di negara kita yang kaya akan budaya, filosofi, sejarah serta warisan benda maupun tak benda yang tidak ternilai dan merupakan Kekayaan Intelektual Komunal masing-masing masyarakat adat.

Kekayaan Intelektual Komunal atau disebut juga “KIK” adalah kekayaan intelektual yang berupa pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional, sumber daya genetik, dan potensi indikasi geografis.

Selain harus dipelihara dan dilestarikan oleh negara sebagai bagian dari identitas dan jati diri bangsa, KIK tersebut juga harus dilindungi dari resiko eksploitasi oleh pihak lain tanpa izin maupun tanpa keterlibatan komunitas komunal yang bersangkutan (biopirasi).

BACA JUGA  Memilih Desain Pagar Rumah yang Tepat: Fungsi, Gaya dan Material

Kekayaan Intelektual Komunal telah diatur salah satunya di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal.

Pos terkait