Saat dikonfirmasi dari Jakarta, Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakir membenarkan telah menandatangani surat edaran tersebut.
Bukan Surat Resmi PBNU
Menanggapi surat tersebut, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Amin Said Husni menegaskan surat yang beredar dengan menggunakan kop surat PBNU Nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 bukan merupakan dokumen resmi organisasi.
“Surat resmi PBNU harus ditandatangani oleh empat unsur, yakni Rais Aam, Katib Aam, Ketua Umum, serta Sekretaris Jenderal. Dokumen yang beredar tidak memenuhi ketentuan tersebut,” ujar Amin Said di Jakarta, Rabu.
Amin Said mengatakan kepastian soal status surat tersebut setelah PBNU melakukan verifikasi administratif dan digital terhadap dokumen yang dimaksud.
Menurut Amin Said, PBNU telah menyampaikan penjelasan resmi melalui surat bernomor 4786/PB.03/A.I.01.08/99/11/2025 tertanggal 26 November 2025 M/05 Jumadal Akhirah 1447 H.
Dalam penjelasan tersebut ditegaskan bahwa dokumen yang beredar tidak memenuhi ketentuan administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Perkumpulan Nomor 16 Tahun 2025 tentang Pedoman Administrasi, khususnya terkait keabsahan surat resmi PBNU.
Ia menjelaskan bahwa sistem persuratan PBNU kini telah dilengkapi mekanisme keamanan berlapis, termasuk stempel digital Peruri dengan QR Code di bagian kiri bawah surat, serta footer resmi yang menyatakan bahwa dokumen ditandatangani secara elektronik oleh Digdaya Persuratan dan distempel digital oleh Peruri Tera.
“Dokumen yang beredar diketahui tidak memenuhi standar tersebut,” kata dia.
















